Perempuan Berpayung Hitam Pecinta Batu


"Kau tau yang ku rasa hah?! Kau macam dewa saja yang dengan sok tau membaca."
"Tak begitu maksudku! Dengarkanlah dulu.."
"Sudahlah kau tak akan mengerti!" 

Di tengah hujan dengan rintik deras percakapan itu terus berlangsung rumit bahkan terlalu pelik untuk diurai saat itu. Perempuan berpayung hitam terus berdiri di pinggir jalan tanpa pernah mau merapat di tengah hujan deras yang seakan tak dapat membaca situasi.

Nalarmu memang sudah termakan ego, walau kau bilang kau tak berego. Apa namanya kalau bukan ego jika saat ini rasa yang kau simpan yang kau utamanakan? Jika kau rasa sudah berkorban, dan ku dahulukan mahkluk bernama ego juga tak ku hiraukan apa yang kau lakukan. Masa bodolah kau mau apa. Kau mau terus pergi dari hadapanku? aku malah bersyukur. Tak kan ada lagi yang mampu kuras tenaga dan hatiku untuk terus merendah untuk tak selalu bersitegang. 

Tapi tidak. Masih kupandang kau, perempuan berpayung hitam, perempuan yang seiring kedewasaanku muncul terus menjadi penguji hingga kini ku mampu atur seluruh organ dalam tubuhku hingga dapat berjalan secara seimbang. Kau memang tak tau sudah berapa ember yang kuhabiskan untuk menampung perasan air yang secara tiba-tiba mengucur berbarengan juga dengan lontaran kata-kata sakti. Kata-kata sakti yang langsung membuatku bereaksi. 

Sudah lupakan peristiwa itu. Itu sudah bertahun-tahun berlalu dan bertahun-tahun pula sudah ku buang ke lautan dalam, masuk dan bercampur dengan air garam yang semakin dalam semakin asin pula. 

Kau, cobalah lihat batu kesayanganmu itu terus lapuk dimakan usia. Tak pantas kau pertahankan batu itu. biarlah ia hancur bersatu bersama tanah. Jangan terus ditangisi. Jangan terus kau sakit karenanya, ada barang lain yang lebih pantas kau pelihara bagi dirimu. Tentunya barang yang lebih bermanfaat untuk kau. 

"Tidak! Batu itu seperti sudah menjadi bagian dalam diriku."
"Kau selalu tak mau dengar apa yang ku bilang."
"Sudah terima kasih tetap diriku haturkan padamu. Namun tetap akan ku pertahankan batu ini,"
"Ku hargai sikapmu dan kesukaanmu. Tapi ingatlah dan camkanlah dalam lubuk hati terdalammu. Sudah berulang kali ku ingatkan terhadap batumu. Jangan kau salahkan ku bila batu itu akan terus merongrong hidupmu di masa datang."

Perempuan berpayung hitam pecinta batu terus berlalu beriringan dengan hujan yang tetap jatuh tanpa mau berhenti menemani si perempuan berpayung hitam itu. 

NIN

-21.04.13-

Comments

Popular Posts